Puisi

Saat membaca salah satu buku (lupa judulnya), ada satu topik tentang kekuatan karya tulis yaitu puisi. Di situ tertulis bagaimana puisi bisa membangkitkan pikiran-pikiran kritis, membuat suatu kesadaran baru, bahkan mengkritik dengan keras tapi lembut. Misal puisi-puisi karya Rendra dan Khairil Anwar. Pada waktu rezim orde baru konon banyak sastrawan di penjara dengan alasan pencemaran nama baik dan subversif.

Secara pribadi sih belum pernah sama sekali baca puisi-puisi karya Rendra dan Khairil Anwar dan kawan-kawan. Tapi waktu ke toko buku, pernah baca sekilas buku kumpulan puisi Remi Silado. Hasilnya? Ora mudeng ngemeng apa. Bahasanya ketinggian or my IQ too low??

Menurut beberapa sumber, katanya salah satu cara untuk menikmati puisi adalah dengan membacanya di depan khalayak ramai saling bergantian. Jadi inget, dulu waktu kuliah pernah ada beberapa gelintir manusia melakukan hal ini di kampus, tengah malam. Ngeri kali. Bukannya mandi kembang malah baca puisi. Jadi penasaran mau tanya sama mereka, apa sih rasanya, apa bisa ngerti makna dari puisi yang dibaca.

Kata orang malu bertanya sesat di jalan. Jadi tanyakan saja kepada rumput yang bergoyang. Masalahnya lupa siapa aja pelakonnya. Parah nih otak.

Tapi lupakan sajalah masalah puisi ini. Sekarang untuk membangkitkan pikiran-pikiran kritis, membuat suatu kesadaran baru, bahkan mengkritik dengan keras tapi lembut cukup dengan melihat berita politik dan opera van java. Sangat inspiratif.

Lagian kalo nanti udah ngerti puisi bisa-bisa jadi kepingin bikin puisi. Mau bikin puisi buat siapa? Buat cewe, oh... sangat picisan. Puisi kritikan? Bisa-bisa kena pasal pencemaran nama baik, masuk bui. Atau bikin puisi sanjungan aja? Pembaikan nama cemar. Siapa tau kelak bisa jadi koruptor.

Puisi, judulnya Merdeka!
Merdeka dari boros bensin
Merdeka dari mesin rusak
Merdeka kata yang pake evalube 4Tpro
Wasallam. HA...

(Budi Anduk & Evalube)

-fin-